Kamis, 28 Januari 2016

Ini 3 Bisnis Waralaba Sushi Yang Punya Prospek Cerah di Indonesia






Kuliner dari negara-negara Asia makin mendapat tempat di hati masyarakat Indonesia. Salah satunya yang populer adalah sushi. Makanan asal Jepang yang berupa nasi yang dibentuk dengan isian daging serta makanan laut dan sayuran ini sudah begitu mudah ditemukan di mana-mana. Tidak sedikit para pelaku usaha kuliner ini membuka peluang kemitraan untuk mengembangkan usaha. Namun tidak semua berhasil menambah mitra secara signifikan.

Untuk bertahan dan mendapatkan mitra baru, para pemilik usaha harus melakukan inovasi produk. Untuk mengetahui lebih jelas tentang perkembangan dan peruntungan usaha kuliner sushi, ada tiga waralaba sushi yaitu, Sushi Similikiti, Zushioda Japanese Street, dan Dekuza Sushi, dikutip dari Kontan.co.id:

Usaha kuliner yang dibesut Amanda Yuko pada Januari 2012 ini cukup berkembang. Kontan sempat mengulasnya pada Mei 2013 lalu. Saat itu, jumlah gerai yang eksis sudah mencapai tujuh gerai.

Setahun berselang, jumlah gerainya saat ini ada sekitar 10 gerai. Artinya ada tiga gerai baru yang dibuka. Lokasi gerai mereka tersebar dibeberapa kota seperti Jakarta, Bali, Malang dan lainnya.

Untuk menggaet konsumen, Sushi Similikiti lebih rajin untuk mengeluarkan menu baru sejak awal tahun ini. Menu yang paling baru adalah mel mayo yang baru dijual pada awal Juni ini. Sekarang jumlah menu yang dijual di gerai ini ada 40 macam menu.

Selain itu, mereka juga membuat inovasi dengan membuat paket untuk ulang tahun dengan harga sekitar Rp 150.000 tiap paket. Adapun untuk harga menu sushi masih sama seperti tahun lalu mulai dari Rp 10.000 hingga Rp 25.000 per porsi. “Yang kita rubah adalah paket investasinya,” jelas Amanda.

Sejak awal tahun 2014, Amanda mengerek nilai paket investasi dari sebelumnya Rp 9,3 juta menjadi Rp 15 juta . Dan paket kedua dari Rp 10 juta menjadi Rp 19 juta. Alasannya karena harga bahan baku impor yang naik. Dengan modal tersebut, mitra akan mendapatkan seluruh perlengkapan memasak, promosi, pelatihan dan bahan baku awal.

Dalam sebulan, mitra bisa mendapatkan omzet sekitar Rp 15 juta. Mitra ditargetkan bisa mendapatkan modalnya kembali sekitar empat sampai lima bulan. Hingga akhir tahun ini, Amanda menargetkan bisa mendapatkan sekitar lima mitra baru.

Usaha sushi yang dirintis oleh Aditya Yodha pada tahun 2009 ini berasal dari Jakarta. Bisnis ini berkonsep gerai sushi kaki lima. Usaha ini biasa juga disebut Zushioda Yatai. Dalam bahasa Jepang, yatai bisa diartikan sebagai angkringan atau kaki lima.

Sejak berdiri, Aditya langsung menawarkan peluang kerjasama. Saat KONTAN mengulas tawaran kemitraan Zushioda pada Februari 2012, tercatat baru ada dua gerai. Satu gerai milik mitra dan satu kepunyaan pusat. Ketika diulas kembali pada Mei 2013, gerainya bertambah menjadi 12 unit yang tersebar di Jakarta, Bekasi, Bandung, Surabaya, Yogyakarta, Bali dan Samarinda.

Selang setahun, gerai Zushioda Yatai bertambah tiga gerai menjadi 15 gerai. Rinciannya, satu gerai pusat dan sisanya kepunyaan mitra. Yodha mengatakan, sebenarnya ada pertambahan empat gerai. Namun, satu gerai di Jogja tutup lantaran pemiliknya pindah ke luar negeri. “Jadi kita tambah empat dan tutup satu,” ujar Yodha.

Dalam waktu dekat ini, kata Yudha, Zushioda Yatai akan membuka gerai baru di Purwokerto. Ia mengatakan, perkembangan gerai sushinya tetap berkembang lantaran ia selalu melakukan pemasaran dan promosi serta melakukan inovasi produk.

Selain menambah variasi rasa sushi, Zushioda Yatai juga menawarkan menu baru yakni ramen. Ke depan, Yudha mengatakan akan melakukan inovasi produk
 dengan menambah menu baru seperti bento. “Kita akan memperbanyak variasi menu,” ujarnya.
Dia mengaku akan terus melakukan inovasi agar Zushioda terus berkembang. Jika awalnya konsep yang ditawarkan adalah angkringan, maka ke depan konsepnya akan diubah lebih modern seperti restoran. Sebab gerai-gerai yang ada saat ini rata-rata di dalam ruangan. “Tapi kita akan tetap mengusung gerobak, tempatnya saja yang akan dibuat lebih modern,” tutur Yudaha.

Harga paket kemitraan Zushioda masih sama seperti tahun lalu sebesar Rp 75 juta. Dengan investasi tersebut, mitra akan mendapatkan booth, bahan baku, pelatihan dan perlengkapan. Sementara untuk harga jual mengalami peningkatan 20% dari kisaran harga 13.000?Rp 23.000 per porsi. Artinya, harga jual saati ini berkisar Rp 15.600?Rp 27.600 per porsi.

Seiring dengan kenaikan itu, Yudha mengaku akan terus mempertahankan kualitas rasa menu yang ditawarkan, terutama saus Sushi yang ia racik sendiri. "Terutama rasa pedas yang disukai mayoritas orang Indonesia," kata dia.

Yudha optimistis usaha Zushioda akan terus berkembang. Kendati demikian, ia tidak menargetkan pertambahan mitra. Baginya, lebih baik memiliki sedikit mitra namun berjalan dengan baik daripada banyak gerai tapi tidak terurus dengan baik.

Usaha ini berdiri di Malang pada 2011. Dikutip dari Kontan, bisnis ini telah memiliki dua mitra. Alfian Dwikurniawan, pemilik Dekuza Sushi, mengatakan, dia sudah mengubah konsep bisnisnya ini. “Dulu berkonsep rombong, sekarang menjadi berkonsep kafé,” ujarnya.

Tahun lalu Dekuza Sushi menawarkan dua paket kemitraan dengan biaya investasi Rp 7 juta dan Rp 10 juta. Paket Rp 7 juta berkonsep outdoor dan paket Rp 10 juta berkonsep indoor. Meskipun berbeda konsep, namun kedua paket kemitraan tersebut sama-sama menggunakan gerobak untuk berjualan.

Alasan dia mengubah konsep berjualan karena selama ini menggunakan rombong tampaknya penjualan terbatas. Maklum, saat itu menu yang ditawarkan hanya sebatas sushi. Nah, lantaran hal tersebut dia tidak lagi menawarkan kemitraan dengan sistem rombong lagi. Semua gerai yang ada dia gabungkan seluruh outlet yang ada menjadi satu kafé bernama Café Sumo.

Menurutnya, dengan konsep baru ini, pendapatan yang diraih menjadi berlipat. “Pangsa pasar menjadi lebih luas, tidak seperti konsep yang lama,” ujarnya.

Menu yang ditawarkan lebih beragam, seperti roti, kentang, dan minuman aneka jus. Tambahan menu tersebut membuat penjualan juga semakin meroket. Tanpa menyebutkan angka, Alfian bercerita pendapatan dari kafé sangat jauh lebih tinggi dari konsep gerobak.

Dahulu, konsep gerobak Dekuza Sushi menjanjikan potensi pendapatan dari Rp 3,75 juta hingga Rp 5,62 juta per bulan. Sedangkan perhitungan laba bersih saat itu adalah 50% dari omzet.

Karena baru menjalankan bisnis dengan konsep baru, Alfian belum berani menawarkan kemitraan. “Belum tahu kapan menawarkan kemitraan dengan konsep baru, mungkin 2015 karena masih harus mempelajari dahulu tentang bisnis baru ini,” ucapnya.

Namun, jika ada yang tertarik berbisnis sushi, dia menyediakan paket pelatihan dan resep senilai Rp 5 juta. Nantinya, mitra bisa membeli bahan-bahan dari pihak lain. “Jadi sistemnya masih jual putus,” ujarnya.     

Evi Puspitasari, pengamat waralaba dari International Franchise Business Management menilai, makanan Jepang sudah lama dikenal masyarakat Indonesia. Dengan begitu masyarakat sudah teredukasi dengan baik dengan jenis-jenis makanan Jepang. Apalagi untuk sushi, yang menjadi jenis yang paling terkenal di antara makanan Jepang lainnya. Alhasil, orang-orang gampang mencari di mana-mana, baik resto di mal-mal maupun resto-resto di ruko.

Lantaran menu sushi itu rata-rata rasanya  sama, pelaku usaha di sektor ini  harus rajin mencari keunikan di segi rasa. Sehingga orang memiliki alasan untuk harus datang ke tempat tersebut dan tidak pergi ke tempat lain. Adapun mengenai konsep gerai, baik berbentuk resto atau gerobak itu hanya masalah variasi suasana saja.

Bisa jadi yang gerobak lebih banyak peminatnya sebab lebih merakyat dan terjangkau untuk semua kalangan. Yang terpenting bagi pemilik usaha kemitraan atau waralaba adalah persiapan manajemen yang sebaik-baiknya. Sebab, jika seseorang mau menawarkan waralaba harus menduplikasi bisnisnya yang sudah sukses.

Jadi si pewaralaba harus benar-benar ahli  dalam bisnisnya. Persiapannya mesti matang seperti standardisasi, konsep, sistem.

"Kalau belum siap jangan dulu mencari mitra. Sebab fungsi pewaralaba adalah menjadi guru dan konsultan bagi para mitranya," kata Evi.


Jika dipaksakan, pemilik waralaba akan rugi sendiri. Sebab mitra satu persatu akan hilang dan usahanya tidak berkembang. Jika ini terjadi, pebisnis harus menanggung rugi. Selengkapnya: http://www.eciputra.com/berita-6147-ini-3-bisnis-waralaba-sushi-yang-punya-prospek-cerah-di-indonesia-.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar